Kota Malang, SeputarMalang.Com – Wahyu Eko Setiawan, yang lebih akrab dipanggil Sam WES di Kota Malang. Ia terlahir 36 tahun yang lalu di Kota Mojokerto. Masa kecilnya banyak dihabiskan di Stasiun Kota Mojokerto. Bermain dan berlari-larian di atas rel-rel dan gerbong-gerbong kereta api. Ia banyak dibesarkan oleh para pemulung, pedagang asongan, gelandangan, bromocorah dan orang-orang pinggiran yang menyabung hidup di stasiun kerata api Kota Mojokerto. Hingga belum sampai lulus Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sentanan Kota Mojokerto, pada saat kelas 5 SD itu, Sam WES pindah desa. Tepatnya ke desa Kupang, Jetis, Kabupaten Mojokerto. Dan lulus di SDN Kupang 02, Jetis, Kabupaten Mojokerto. Lalu melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Jetis, Kabupaten Mojokerto. Setelah lulus SMPN, Sam WES melanjutkan sekolahnya ke SMAN 2 Pasuruan.
Selama bersekolah di SMAN 2 Pasuruan, Sam WES sudah hidup mandiri. Ia bersekolah sambil bekerja di Taman Rekreasi dan Kolam Pancing Muara Mas. Tempatnya di ujung pelabuhan Kota Pasuruan. Namun kerasnya kehidupan di Pelabuhan Pasuruan, telah menyeretnya ke dalam kenakalan remaja yang membahayakan dirinya. Hingga tawuran jalanan dan perkelahian-perkelahian berdarah. Bahkan sampai pada taraf kecanduan berkelahi dan minuman beralkohol. Sampai berujung berkali-kali di kantor polisi.
Kenakalan Sam WES berhenti total ketika bertemu dengan Ustadz Abu Bakar (Almarhum. Al Fatihah), pengasuh Pondok Pesantren Metal di Rejoso, Kabupaten Pasuruan. Bahkan Sam WES sempat menjadi santri di Pondok Pesantren Metal tersebut, meskipun hanya sebentar. Ustadz Abu Bakar lah, yang telah banyak menunjukkan keajaiban-keajaiban dan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa. Melalui orang-orang gila (sakit jiwa) yang telah dikumpulkan oleh Ustadz Abu Bakar di Pondok Pesantren Metal, Sam WES banyak mengaji perihal kehidupan. Di Pondok Pesantren Metal inilah, Sam WES banyak membaca dan mengaji ilmu agama Islam. Hingga sampai lulus sekolah SMAN 2 Pasuruan.
Setelah lulus sekolah SMAN 2 Pasuruan, Sam WES sempat merantau sejenak ke Pulau Bali. Menjadi tukang cuci mobil di sebuah bengkel milik saudaranya. Namun hanya bertahan sebentar. Karena ada panggilan Dirjen Dikti Indonesia, untuk mendapatkan Beasiswa Masuk UMPTN (BMU). Yang dibiayai oleh Yayasan Supersemar dan Damandiri. Sam WES dinyatakan lulus ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri Universitas Brawijaya Malang, dengan beasiswa penuh hingga sampai lulus kuliah. Sam WES memilih masuk Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (PKP), Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (SEP), Fakultas Pertanian (FP), Universitas Brawijaya (UB).
Selama menjalani kuliahnya di FP UB, Sam WES ditampung di rumah Profesor Yogi Sugito. Yang pada saat itu, Beliau menjabat sebagai Dekan FP UB. Hampir selama lima tahun, Sam WES menumpang hidupnya di rumah Profesor Yogi Sugito. Hingga pada saat lulus kuliah, Profesor Yogi Sugito menjabat sebagai Rektor Universitas Brawijaya. Belaiulah yang telah memwisuda Sam WES sebagai seorang Sarjana Pertanian. Dari Profesor Yogi Sugito, Sam WES banyak mendapatkan pelajaran yang sangat penting bagi kehidupannya, bahkan hingga sampai saat ini. Pelajaran hidup tentang ketekunan, kesabaran, ketegaran, kepemimpinan, hingga perihal nasionalisme.
Setelah lulus kuliah di FP UB, Sam WES hijrah ke Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Niatan awalnya adalah hendak melanjutkan kuliah ke S2 dengan jurusan Magister Ekonomi Pembangunan, di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Tetapi niatan tersebut kandas karena faktor finansial.
Akhirnya, Sam WES memilih menetap di Bantul, tepatnya di Jalan Imogiri Barat. Selama di Bantul, Sam WES aktif dalam beberapa Program Kerja dan Pergerakan Pemberdayaan Masyarakat. Terutama di Pokja Pembaruan, Lapera, Institut Kebudayaan Selatan (IKS) dan Pokja Pendirian Pasar Seni Gabusan. Kurang lebih selama empat tahun, Sam WES hidup di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada saat terjadi gempa bumi di Bantul, pada bulan Juni 2006, Sam WES ikut terlibat aktif sebagai relawan kepedulian terhadap korban bencana tersebut. Hingga selama enam bulan, Sam WES bersama para relawan dari seluruh Indonesia, bahkan ada yang dari mancanegera, ikut bekerja bakti memulihkan kondisi dan keadaan di Kabupaten Bantul, pasca terjadinya bencana gempa bumi yang meluluhlantahkan Bantul dan sekitarnya.
Pada awal tahun 2007, Sam WES memutuskan untuk kembali ke Kota Malang. Pada saat itu, Sam WES diterima bekerja di Universitas Brawijaya, tepatnya pada Biro Administrasi dan Perencanaan Sistem Informasi (BAPSI) Universitas Brawijaya Malang. Namun hanya bertahan selama enam bulan saja. Sam WES memutuskan untuk keluar dari BAPSI UB, dan memulai menjalan usaha mandiri. Sam WES membuka usaha percetakan dan penerbitan buku. Selain itu, Sam WES juga mulai belajar bisnis properti dan jual-beli tanah kavling di Malang Raya.
Pada pertengahan tahun 2007, Sam WES memutuskan untuk menikah dengan Ferdilla Puspita Dewi. Hingga sampai saat ini, Sam WES sudah diberi karunia dua orang anak. Anak pertama bernama Abdillah Amarul Haq, lahir 13 November 2008. Anak kedua bernama Alifia Shidqia Haqqi, lahir 18 September 2014. Hingga sampai saat ini, Sam WES dan keluarganya, saat ini tinggal di Jalan Kepodang nomer 21, Sukun, Kota Malang.
Semenjak kembali ke Kota Malang, yaitu mulai awal tahun 2007, Sam WES sudah terlibat dalam beberapa inisiatif pergerakan sosial, budaya dan pendidikan di Kota Malang. Membangun komunitas-komunitas sosial, budaya dan pendidikan. Ada gerakan Songo Buku, Sinau Embongan, Rumah Aspirasi Gotong Royong, Center for Leadership and Political Interest (CELPOINT), Gerakan Menanam Pohon dan Berbagi Buku, Pasar Seni Kelud, Komunitas Peduli Malang, Sekolah Budaya Tunggulwulung, dan masih banyak yang lainnya. Beberapa sudah surut dan tenggelam. Beberapa masih bertahan dan berkembang hingga sampai saat ini.
Aktifitas keorganisasian dan pergerakan, yang sudah dilakukan Sam WES, terutama dalam bidang sosial, kemanusiaan, budaya, pendidikan dan politik, sebenarnya sudah dilakukan mulai saat Sam WES masuk kuliah tahun 1999 di Universitas Brawijaya. Sam WES tercatat sebagai Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di FP UB. Pendiri dan sekaligus Direktur Utama Center for Agriculture Developments Studies (CADS) di FP UB. Pernah menjadi Ketua Umum Penerima Beasiswa Masuk UMPTN (BMU) Seluruh Indonesia. Serta berbagai pengalaman keorganisasian dan pergerakan. Bahkan ketika di Bantul (DIY), Sam WES juga terlibat sangat aktif dalam Pergerakan Institut Kebudayaan Nusantara (IKS).
Pengalamannya dalam bidang politik, khususnya di kepartaian, didapatkannya saat Sam WES berada di Yogyakarta. Yaitu bersama Bapak Idham Samawi, yang waktu itu Beliau menjabat sebagai Bupati Bantul. Dan pada saat itu, Bapak Idham Samawi menjabat sebagai Ketua Bidang Kaderisasi DPP PDI Perjuangan. Sam WES terlibat aktif dalam pendirian dan kegiatan Sekolah Partai, yang didirikan oleh BADIKLAT DPP PDI Perjuangan.
Keterpanggilan untuk terlibat dalam politik praktis dan ekonomi solidaritas di Kota Malang untuk lebih berbudaya, membuat Sam WES ikut meramaikan helatan Pilkada Kota Malang 2018. Kerterpanggilan tersebut diikhtiari Sam WES dengan mendaftarkan diri sebagai Bakal Calon Walikota Malang periode 2018-2023, melalui DPC PDI Perjuangan Kota Malang.
Pembuktian niat, tekad dan semangatnya untuk mengabdikan dirinya kepada Kota Malang sebagai manifesto keterpanggilannya, sebagai Walikota Malang, Sam WES telah melakukan nazar jalan kaki dari Kota Malang menuju Jakarta. Tujuannya untuk menemui Megawati Soekarnoputri, memohon restu dari Beliau. Dan nazar itu sudah dilaksanakannya mulai 10 Juli sampai 11 Agustus 2017. Ya tepat 11 Agustus 2017 berakhirnya pelaksanaan nazar pas ulang tahun Arema yang ke-30! Suami Ferdilla Puspita Dewi telah berhasil menempuh jarak sepanjang 787 KM, dengan berjalan kaki dari Kota Malang menuju Jakarta.
Apapun dan kemanapun rekomendasi itu turun, Sam WES sudah menginspirasi proses politik kepada semua, ada inspirasi tentang etika dan estetika dalam perjalanannya. Semoga Malang Raya semakin berbudaya dan berketahanan. Nuwus Sam WES!
Comments 1