SeputarMalang.Com – Kebijakan pemerintah dalam hal pengurangan jumlah kuota Beasiswa untuk Dosen dari 2.000 orang ditahun 2016 menjadi 1.000 orang pada tahun 2017 , bagi Dosen yang akan menempuh pendidikan Doktor melalui skema BPPDN, menyisakan beberapa persoalan dan kekecewaan bagi Dosen yang ternyata tidak lolos untuk memperoleh pembiayaan dari beberapa sumber tersebut. Kebijakan pengurangan jumlah kuota tersebut tentunya bertentangan dan ironis dengan informasi yang disampaikan oleh Direktorat Jendral Sumber Daya dan Iptek Pendidikan Tinggi Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi ( Ditjen Dikti) Profesor John Hendri yang mengatakan bahwa jumlah Doktor di Indonesia saat ini masih 31 ribu orang dari 270 ribu orang Dosen baik yang sudah ber Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) atau ber Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK). Jumlah tersebut menurut beliau masih tertinggal dengan beberapa negara di Asia, seperti Malasya, Thailand terlebih Jepang. Lebih jauh disampaikan bahwa Dosen di beberapa Negara Asia tersebut minimal memiliki gelar Doktor dan tidak ada yang bergelar Master ke bawah. (Antara News.Com, 29 Maret 2017).
Menristek-Dikti Mohammad Nasir juga mengakui jika jumlah Doktor masih sedikit dibanding dengan jumlah Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia. Jumlah Doktor yang ada di Indonesia saat ini tentunya masih jauh dari angka target 20% untuk memenuhi kebutuhan pengembangan nasional Sumber Daya Manusia, hal ini juga didukung oleh data pada Kemenristek Dikti jika Perguruan Tinggi di Indonesia masih kekurangan jumlah Doktor.
Peran dan Fungsi strategis Perguruan tinggi untuk mengimplementasikan Undang Undang No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yaitu amanat untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab tentunya harus didukung oleh pendidik (Dosen) yang mempunyai kualifikasi dalam melaksanakan tugas Tri Darma Perguruan Tinggi.. Peningkatan kualifikasi tersebut salah satunya ditempuh dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S3) bagi Dosen, selain upaya peningkatan jumlah Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang terakses pada jurnal Internasional.
Dosen merupakan komponen penggerak roda pembangunan Nasional di bidang Pendidikan yang terkait dengan tugas dan kewajiban Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti termaktub pada UUD 1945 sehingga dukungan pembiayaan pendidikan dari negara bagi Dosen adalah sebagai hubungan kasualistik dan wajar. Dengan adanya penurunan jumlah kuota Beasiswa Doktor untuk S3 bersumber BPPDN yang tinggal 1000 orang pada tahun 2017 sebenarnya merupakan langkah mundur jika dikaitkan dengan upaya percepatan pengembangan pembangunan sektor pendidikan tinggi di Indonesia. Hal ini ternyata juga memunculkan keresahan sejak awal kebijakan tersebut diluncurkan pada tahun 2017. Disinyalir dari jatah kuota 1.000 orang tersebut hanya 900 orang kuota untuk mahasiswa baru Program Doktor, sedangkan 100 orang merupakan kuota untuk mahasiswa on going.
Terkait dengan tata kelola pelaksanaan seleksi, menurut hemat penulis Ditjen Dikti telah terlambat dalam mengumumkan siapa yang berhak untuk memperoleh pembiayaan dari Negara. Jadwal pelaksanaan kuliah telah muncul sebelum informasi dari Dikti diluncurkan, tentunya hal ini sangat riskan dan menimbulkan kepanikan terkait kondisi kesejahteraan Dosen terutama pada Perguruan Tinggi yang baru berkembang di beberapa wilayah Indonesia yang kesejahteraanya masih memprihatinkan. Surat Sakti yang diluncurkan oleh Ditjen Dikti tentang Penundaan pembiayaan UKT pun ternyata tumpul untuk beberapa Perguruan Tinggi dengan kondisi manajerial yang beragam dan mempunyai tata kelola berbeda, dimana sebagian Perguruan Tinggi tetap mewajibkan mahasiswa baru menyelesaikan pembiayaan perkuliahan diawal perkuliahan sebelum ada pengumuman kelulusan beasiswa dari Dikti.
Jika merunut pada Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantoro yaitu Ing Ngarsa Sung Tulodho, Ing Madyo Mbangun Karso dan Tut Wuri Handayani, maka Dosen adalah bagian komponen yang bertanggung jawab kepada perubahan bangsa (Ing Madyo Mangun Karso), namun demikian hal ini tentunya tidak bisa terlepas dari tugas pemimpin negri ini sebagai pengambil kebijakan digarda depan (Ing Ngarso Sung Tulodho), kebijakan yang diluncurkan oleh Dikti tentang penurunan kuota jumlah beasiswa tersebut seolah mengebiri semangat percepatan pengembangan pembangunan di Indonesia, dan menyisakan carut marut keresahan tentunya patut untuk dilakukan Evaluasi.
Menurut hemat penulis untuk mengurangi bergugurannya janin kandidat Doktor, yang membawa efek psikologis mundur di negeri ini, terdapat buah pemikiran yang penulis harapkan bisa dilakukan oleh pemerintah; 1. Melakukan Review dan Evaluasi kembali untuk meningkatan jumlah kuota Penerima beasiswa Doktor 2017 terkait dengan penetapan jumlah Anggaran 20% pada APBN, 2. Akuntabel dan Transparansi dalam pelaksanaan seleksi penerimaan , 3. Melakukan koordinasi dengan Perguruan Tinggi terkait dengan jumlah kuota masing-masing Perguruan Tinggi 4. Evaluasi tentang waktu pengumuman penerimaan beasiswa, agar diupayakan lebih awal, sehingga sudah ada kepastian sumber anggaran ketika kuliah berlangsung. 5. Untuk mendukung Efektifitas, Akuntabilitas serta Transparansi seleksi Beasiswa Doktor, sebaiknya pelaksanaan seleksi dilakukan hanya melalui satu pintu pelaksana.