Malang, SeputarMalang.Com – Berbicara pasar tradisional, lekat dalam benak kita adalah kesan kumuh dan tidak tertata. Kesan tersebut paradok ketika berbicara seputar Pasar Rakyat Oro Oro Dowo Kota Malang. Ketika kita berkunjung ke pasar yang terletak di Jalan Guntur, Kecamatan Klojen tersebut yang nampak adalah pasar tradisional yang bernuansa pasar modern, supermarket.
Pasar yang baru-baru ini mendapatkan Sertifikat Standard Nasional Indonesia (SNI), yang merupakan satu-satunya pasar di Jawa Timur. Prestasi tersebut terkait pasar tradisional berkategori SNI 8152:2015 Pasar Rakyat. Revitalisasi Pasar Rakyat Oro Oro Dowo dimulai pada Agustus 2015 dengan dana bantuan dari Kementerian Perdagangan. yang diresmikan Thomas Trikasih Lembong Menteri Perdagangan RI pada April 2016.
Pantauan langsung SeputarMalang.Com di lokasi, merasakan ada konsep yang diusung semi modern, ciri khas yang menghadirkan sensasi belanja di pasar tradisional disertai interaksi tawar-menawar antara pembeli dan pedagang secara langsung masih ditemui. Yang menarik ada nuansa Supermarket, pengunjung disiapakan troli (kereta dorong), koneksi Wifi (jaringan internet) gratis, ruang menyusui atau laktasi, CCTV (kamera tersembunyi), Klinik Kesehatan, Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos, Instalasi pengelolaan air limbah (IPAL).
Aspek ruang dagang, aksesibilitas dan zonasi, pencahayaan, fasilitas umum, sirkulasi udara, sistem drainase, ketersediaan air bersih, pengelolaan air limbah, pengelolaan sampah, dan dukungan sarana telekomunikasi memang memang sangat tertata di Pasar Rakyat Oro Oro Dowo ini.
Ani, pengunjung dari Jakarta mengatakan bahwa mendapatkan pengalaman yang luar biasa ketika belanja di Pasar Rakyat oro Oro Dowo. “Suasanya nyaman, bersih dan berstandard modern. Masukannya, untuk komoditas ikan segar variasinya perlu ditambah. Kesan pasar tradisional yang kumuh dan lusuh tidak ada disini,” ungkap Ani.
Pasar Tradisional dengan Paradigma Baru
Agus Achmad Saikhu, Staf Bidang Pengelolaan Pasar Rakyat (PPR) Dinas Perdagangan Kota Malang ketika dikonfirmasi, Senin (5/11/2018) disela-sela kesimbukannya, mengatakan bahwa ditinjau dari sisi mana pun, pasar tradisional pasti kalah jika dipertandingkan head to head dengan pasar modern. Baik dari sisi permodalan, pelayanan maupun fasilitas. Apalagi konsumen pasar tradisional rata-rata kalangan menengah ke bawah.
Masih menurut Agus, dalam kurun waktu dua tahun terakhir, kata “tradisional” sengaja dihilangkan dari nama pasar. Diubah sebutannya menjadi Pasar Rakyat. Sebab, kata tradisional itu terlanjur identik dengan kumuh, kotor, sulit ditata, bandel dan modal cekak. Secara tidak langsung, stigma tersebut memengaruhi pola pikir pedagang maupun calon pembeli. Stigma itu pula bisa menghambat pedagang berkreasi untuk maju. Maka, Pasar Rakyat di Kota Malang, bertekad, bersanding, bukan bersaing dengan pasar modern. Oleh karenanya, hampir dua tahun terakhir Dinas Perdagangan Kota Malang, gencar melakukan revitalisasi pasar rakyat sebanyak lima pasar.
“Sebagai pilot proyeknya adalah pasar Oro Oro Dowo yang meraih SNI. Segera menyusul kemudian pasar, Comboran Baru Timur (pasar loak onderdil kendaraan), pasar Gadang Lama, pasar Klojen, dan pasar Bunulrejo,” ungkap Agus.
“Pasar-pasar tersebut merupakan pasar yang akan mampu membuat paradigma baru dalam pengelolaan Pasar Rakyat ke depannya. Program revitalisasi pasar yang digagas oleh Dinas Perdagangan Kota Malang ini, patut didukung, karena bertujuan mulia, menghidupkan kembali pasar-pasar rakyat di Kota ini. Seperti kondisinya ditanah air pada umumnya, rata-rata pasar rakyat berkondisi kritis.” Pungkas Agus. (sam/uddin).