SeputarMalang.Com – Konsep “Marketplace Guru” yang dicetuskan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah menjadi sorotan dan memicu berbagai tanggapan dari berbagai pihak. Konsep ini bertujuan untuk memperbaiki masalah tenaga guru honorer di Indonesia dengan menciptakan platform atau database yang memungkinkan sekolah mencari dan merekrut guru sesuai dengan kebutuhan dan formasi mereka. Namun, pendapat tentang gagasan ini terbagi antara yang mendukung dan yang skeptis.

Salah satu pihak yang mengapresiasi inovasi ini adalah Pengamat Teknologi dan Informatika, Heru Sutadi. Ia mengakui pentingnya langkah untuk memperbaiki situasi tenaga guru honorer di Indonesia, namun ia menilai perlu adanya elaborasi lebih lanjut mengenai konsep ini. Heru Sutadi mengingatkan bahwa profesi guru tidak bisa disamakan dengan jasa atau transaksi jual-beli. Selain itu, Pengamat Pendidikan Doni Koesoema juga menyambut baik gagasan ini, namun ia menekankan perlunya kajian yang lebih mendalam terutama dalam hal seleksi dan kualitas guru.
Namun, ada pula yang skeptis terhadap konsep “Marketplace Guru” ini. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, berpendapat bahwa platform ini justru akan mempersulit dunia pendidikan di Indonesia, terutama bagi guru di daerah terpencil dengan keterbatasan teknologi dan akses internet. Selain itu, Direktur Eksekutif Center for Education Regulation and Developments Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji, menyatakan bahwa gagasan ini tidak memiliki tujuan dan konsep yang jelas serta tidak tepat sebagai solusi masalah guru yang ada saat ini.
Pendapat dan tanggapan terhadap konsep “Marketplace Guru” juga terlihat dalam laman dpr.go.id lainnya. Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, menyoroti bahwa konsep ini tidak menyelesaikan masalah inti yaitu bagaimana agar tenaga guru honorer bisa segera diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Huda menegaskan pentingnya konsistensi dari pemerintah untuk menuntaskan rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Kritik juga datang dari seorang guru honorer bernama Achmed, yang menganggap konsep ini berpotensi memicu nepotisme dan merendahkan martabat profesi guru.
Dalam melihat semua pendapat dan tanggapan tersebut, penting untuk menyadari bahwa implementasi “Marketplace Guru” dapat menghadapi berbagai tantangan dan risiko. Berikut adalah 10 masalah yang mungkin terjadi jika program ini dijalankan:
- Nepotisme dalam proses rekrutmen guru, yang dapat merugikan guru-guru yang berkualitas tetapi tidak memiliki hubungan atau koneksi tertentu.
- Merendahkan martabat profesi guru dengan menggambarkan mereka sebagai barang jualan dalam sebuah “marketplace”.
- Risiko rendahnya kualitas calon guru yang masuk ke dalam database, yang dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan di sekolah.
- Distribusi guru yang tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara sekolah negeri dan swasta.
- Kesulitan bagi sekolah swasta dalam hal penggajian guru, karena adanya perbedaan dalam sistem pengelolaan keuangan dan kebijakan sekolah swasta.
- Kesulitan bagi guru di daerah terpencil dengan keterbatasan teknologi dan akses internet, yang mengurangi kesempatan mereka untuk terlibat dalam platform ini.
- Potensi penyalahgunaan data guru, yang dapat membahayakan privasi dan keamanan informasi pribadi para guru.
- Kurangnya transparansi dalam proses seleksi dan rekrutmen guru, yang dapat menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan dari berbagai pihak terkait.
- Tidak menyelesaikan masalah utama yaitu bagaimana agar tenaga guru honorer dapat segera diangkat menjadi ASN, yang menjadi harapan banyak guru honorer.
- Potensi terjadinya kecurangan dalam proses rekrutmen dan seleksi guru, seperti adanya manipulasi data atau upaya untuk memanfaatkan sistem untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Dalam menjalankan konsep “Marketplace Guru”, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan seksama semua masalah dan risiko yang mungkin timbul. Diperlukan kajian yang mendalam dan dialog yang melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk para guru, sekolah, dan ahli pendidikan. Selain itu, perlu juga kejelasan mengenai bagaimana konsep ini akan membantu menyelesaikan masalah inti yaitu status guru honorer yang ingin diangkat menjadi ASN.
Harapannya, konsep “Marketplace Guru” dapat menjadi solusi yang efektif dan memberikan manfaat nyata bagi pendidikan di Indonesia. Namun, perlu dipastikan bahwa konsep ini tidak hanya mengatasi masalah rekrutmen guru, tetapi juga memberikan jaminan kualitas, keadilan, dan kesetaraan dalam sistem pendidikan.