SeputarMalang.Com – Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal dari dirimu. Dan, meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu. Kau boleh memberi mereka cintamu, tetapi bukan pikiranmu. Sebab, mereka memiliki pikiran sendiri. Kau bisa memelihara tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka. Sebab, jiwa mereka tinggal di rumah masa depan, yang takkan bisa kau datangi, bahkan dalam mimpimu. Kau boleh berusaha menjadi seperti mereka, tetapi jangan menjadikan mereka seperti kamu. Sebab, kehidupan tidak bergerak mundur dan tidak tinggal bersama hari kemarin. (Kahlil Gibran, 1923)
*****
Menjadi orangtua bukanlah tugas yang mudah. Sejauh apapun kita berjalan dalam perjalanan hidup ini, tantangan dalam mendidik anak-anak seringkali menuntut kita untuk senantiasa beradaptasi dan belajar. Sebagai orangtua, kita dituntut untuk memberikan cinta dan perlindungan, namun di saat yang sama juga harus memberikan kebebasan bagi anak-anak kita untuk mengeksplorasi dunia dengan cara mereka sendiri. Tantangan ini diperparah dengan keraguan dan ketidakpastian tentang bagaimana sebaiknya kita memandu mereka dalam setiap langkah mereka, bagaimana praktik terbaik untuk membimbing tanpa membatasi, dan bagaimana cara mendidik tanpa memaksa.
Mengarahkan Bukan Memaksakan
Kahlil Gibran adalah seorang penulis, filosof, dan seniman terkenal dari Lebanon yang paling dikenal dengan puisi dan prosa puitisnya. Salah satu karyanya yang paling terkenal, “Anakmu Bukanlah Anakmu,” memberikan gambaran tentang bagaimana kita seharusnya melihat dan memperlakukan anak-anak kita. Gibran mengingatkan kita bahwa anak-anak kita adalah individu yang memiliki pikiran dan jiwa mereka sendiri. Mereka “terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal dari dirimu.” Ini adalah suatu pernyataan yang kuat tentang kemandirian dan hak anak untuk memiliki identitas dan tujuan mereka sendiri.
Dalam konteks menjadi orangtua, interpretasi dari puisi ini bisa sangat penting. Kita, sebagai orangtua, bisa mengarahkan anak-anak kita, tetapi kita tidak boleh memaksa mereka untuk menjadi seperti kita. Kita harus membiarkan mereka mengeksplorasi, belajar, dan menemukan jalan mereka sendiri. Dengan pendekatan seperti ini, kita tidak hanya memberikan ruang bagi anak-anak kita untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan jati diri mereka, tetapi juga memupuk hubungan yang penuh kasih dan saling menghargai antara orangtua dan anak. Mengasah intuisi kita sebagai orangtua berarti memahami dan menghargai fakta ini, dan mencari cara untuk mendukung anak-anak kita tanpa mengekang atau membatasi mereka.
Menghormati Potensi Anak
Maria Montessori adalah seorang dokter dan pendidik asal Italia yang terkenal karena mengembangkan metode pendidikan yang berpusat pada anak, yang dikenal dengan Metode Montessori. Montessori dalam buku bukunya “The Secret of Childhood (1936),” berpendapat bahwa setiap anak memiliki potensi dan kreativitas alami yang harus dihormati dan diberikan ruang untuk berkembang. Dalam buku ini, Montessori menulis:
“Anak-anak adalah makhluk yang penuh potensi. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mereka selalu ingin belajar. Tugas kita sebagai orangtua dan pendidik adalah untuk membantu mereka mengembangkan potensi mereka. Kita tidak boleh memaksa mereka untuk belajar sesuatu yang tidak mereka minati. Kita harus membiarkan mereka belajar sesuai dengan ritme mereka sendiri. Kita harus menjadi pengamat dan fasilitator yang membantu mereka mengeksplorasi dan belajar.”
Montessori juga menulis tentang pentingnya menghormati anak-anak dan memberikan mereka ruang untuk berkembang. Montessori menulis:
“Anak-anak adalah pribadi yang mandiri. Mereka memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri. Kita tidak boleh memaksa mereka untuk melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan. Kita harus memberi mereka kebebasan untuk mengeksplorasi dan belajar sesuai dengan cara mereka sendiri.”
Karya Montessori ini telah menjadi inspirasi bagi pendidik di seluruh dunia. Metode Montessori adalah metode pendidikan yang humanis dan demokratis. Metode ini memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar dan berkembang sesuai dengan minat dan ritme mereka sendiri. Metode ini juga menekankan pentingnya kerja sama, interaksi sosial, dan menghargai perbedaan. Metode Montessori kini diterapkan di lebih dari 20.000 sekolah di lebih dari 100 negara. Metode Montessori telah terbukti efektif dalam membantu anak-anak belajar dan berkembang secara holistik. Anak-anak yang belajar dengan metode Montessori cenderung lebih mandiri, percaya diri, dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka juga lebih kreatif, inovatif, dan memiliki kemampuan problem solving yang baik.
Pendekatan Montessori dalam pendidikan ini membuka pandangan baru dalam memandu dan mendidik anak. Dengan mengasah intuisi orangtua, kita dapat lebih memahami dan menghargai potensi unik yang dimiliki oleh setiap anak dan memfasilitasi pertumbuhan mereka dengan cara yang lebih alami dan sesuai dengan karakteristik mereka masing-masing. Justru dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan kepada anak untuk belajar dan bereksplorasi, kita memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuan dan kepercayaan diri, serta memupuk minat dan ketekunan dalam belajar. Dengan demikian, pendidikan bukan lagi menjadi proses yang membatasi dan memaksa, melainkan menjadi petualangan yang menginspirasi dan membebaskan.
Menyediakan Cinta Tanpa Syarat
Alfie Kohn adalah seorang penulis dan penceramah Amerika yang dikenal dengan pandangannya tentang pendidikan dan pengasuhan anak dalam bukunya “Unconditional Parenting: Moving from Rewards and Punishments to Love and Reason (1995)”. Kohn menulis:
“Pendidikan tanpa syarat bersikeras bahwa keluarga seharusnya menjadi tempat berlindung, tempat berlindung dari transaksi semacam itu. Khususnya, cinta dari orang tua tidak harus dibayar dengan cara apa pun. Itu murni dan sederhana adalah hadiah. Ini adalah sesuatu yang semua anak berhak.
Ketika orang tua dan guru terus-menerus berbicara tentang “perilaku” anak, mereka bertindak seolah-olah tidak ada yang penting selain hal-hal di permukaan. Ini bukan pertanyaan tentang siapa anak-anak itu, apa yang mereka pikirkan atau rasakan atau butuhkan. Lupakan motivasi dan nilai-nilai: idenya hanyalah untuk mengubah apa yang mereka lakukan.”
Menurutnya, pemberian penghargaan atau hukuman dalam mendidik anak tidak seefektif dan sehat seperti yang banyak orang percayai. Sebaliknya, dia berpendapat bahwa komunikasi terbuka, empati, dan penghargaan atas individualitas anak merupakan kunci dalam mendukung perkembangan mereka yang sehat dan utuh.
Pandangan Kohn ini memberikan panduan yang berharga dalam konteks mengasah intuisi sebagai orangtua. Dengan menyediakan cinta tanpa syarat, kita memberikan rasa aman dan dukungan yang dibutuhkan anak-anak untuk mengembangkan intuisi dan kemampuan pengambilan keputusan mereka sendiri. Kita juga memberikan mereka ruang untuk belajar dari kesalahan dan merasakan konsekuensinya, bukan hanya takut akan hukuman. Dengan demikian, kita membantu mereka untuk membangun kemandirian dan kepercayaan diri, serta kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Ini semua adalah komponen penting dalam membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang kuat, percaya diri, dan empatik.
Mengomunikasi Empati
Haim Ginott adalah seorang psikolog klinis dan penulis buku yang terkenal dari Amerika, yang dikenal karena pendekatannya yang inovatif dalam komunikasi antara orangtua dan anak. Dalam bukunya “Between Parent and Child (1969),” Ginott menekankan pentingnya komunikasi yang empati dan penuh pengertian dalam hubungan orangtua-anak. Ia berpendapat bahwa orangtua harus berbicara dengan bijaksana dan tidak memaksa agar anak-anak merasa didengar dan dihargai.
Haim Ginott berpendapat bahwa orangtua harus belajar untuk berkomunikasi dengan anak-anak mereka dengan cara yang positif, membangun, dan penuh pengertian. Ginott menulis:
“Komunikasi adalah kunci untuk hubungan yang baik antara orangtua dan anak. Ketika orangtua dapat berkomunikasi dengan anak-anak mereka dengan cara yang positif, mereka dapat membangun hubungan yang kuat dan penuh kepercayaan. Hubungan yang kuat ini akan membantu anak-anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang bahagia, sehat, dan mandiri.”
Ginott juga menulis tentang pentingnya mendengarkan anak-anak. Ia menulis:
“Ketika orangtua mendengarkan anak-anak mereka, mereka menunjukkan bahwa mereka peduli dan menghormati anak-anak mereka. Mendengarkan anak-anak juga dapat membantu orangtua untuk memahami apa yang anak-anak mereka pikirkan dan rasakan. Dengan memahami apa yang anak-anak mereka pikirkan dan rasakan, orangtua dapat membantu anak-anak mereka untuk mengatasi masalah mereka dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.”
Pandangan Ginott tentang komunikasi yang efektif antara orangtua dan anak telah menjadi salah satu teori pengasuhan anak yang paling berpengaruh di dunia. Teori ini telah membantu banyak orangtua untuk meningkatkan hubungan mereka dengan anak-anak mereka dan membesarkan anak-anak yang bahagia, sehat, dan mandiri. Pandangan Ginott ini sangat relevan dalam konteks mengasah intuisi sebagai orangtua. Sebagai orangtua, kita harus berusaha memahami perasaan dan pikiran anak, dan berbicara dengan mereka dengan cara yang menghargai dan menghormati individualitas mereka. Dengan berkomunikasi secara empati, kita membuka jalan untuk hubungan yang lebih mendalam dan penuh pengertian dengan anak-anak kita, dan membantu mereka merasa aman dan didukung dalam mengekspresikan diri dan menjalani hidup mereka. Juga, pendekatan ini membantu kita untuk lebih efektif dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada anak-anak, karena kita berbicara dari tempat pengertian dan penghormatan, bukan dari tempat otoritas dan penuntutan. Ini membantu kita untuk lebih baik dalam mengarahkan anak-anak tanpa memaksa mereka.
Mendorong Kepercayaan dan Otonomi
Erik Erikson adalah psikolog terkenal dalam hal perkembangan manusia. Erikson menggambarkan perkembangan manusia melalui delapan tahap psikososial yang dijelaskan dalam bukunya “Identity and the Life Cycle (1959)”. Erikson menulis:
“Dalam setiap tahap perkembangan, manusia menghadapi krisis atau pilihan yang menentukan. Jika krisis ini diatasi secara positif, individu akan mengembangkan kekuatan kepribadian yang terkait dengan tahap tersebut. Jika krisis ini diatasi secara negatif, individu akan mengembangkan kerentanan kepribadian yang terkait dengan tahap tersebut.”
Erikson percaya bahwa setiap tahap perkembangan ditandai oleh krisis atau pilihan yang menentukan. Jika krisis ini diatasi secara positif, individu akan mengembangkan kekuatan kepribadian yang terkait dengan tahap tersebut. Jika krisis ini diatasi secara negatif, individu akan mengembangkan kerentanan kepribadian yang terkait dengan tahap tersebut. Delapan tahap psikososial Erikson adalah:
- Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-18 bulan): Bayi belajar untuk mempercayai pengasuhnya bahwa dunia adalah tempat yang aman dan dapat diandalkan.
- Kemandirian vs. Rasa Malu dan Keraguan (18 bulan-3 tahun): Anak-anak belajar untuk menjadi mandiri dan melakukan tugas-tugas mereka sendiri.
- Inisiatif vs. Rasa Kesalahan (3-6 tahun): Anak-anak belajar untuk mengambil inisiatif dan mengejar tujuan mereka sendiri.
- Kerjasama vs. Rasa Rendah Diri (6-12 tahun): Anak-anak belajar untuk bekerja sama dengan orang lain dan mencapai tujuan bersama.
- Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun): Remaja belajar untuk mengembangkan identitas mereka sendiri dan menemukan tempat mereka di dunia.
- Inti Diri vs. Kehampaan (18-40 tahun): Orang dewasa muda belajar untuk menemukan tujuan dan makna dalam hidup mereka.
- Generativity vs. Stagnation (40-65 tahun): Orang dewasa memberikan kembali kepada masyarakat dan membantu generasi berikutnya.
- Integritas Ego vs. Keputusasaan (65+ tahun): Orang tua merefleksikan hidup mereka dan merasa puas dengan apa yang telah mereka capai.
Dalam tahap awal perkembangan anak, Erikson menekankan pentingnya mendukung perkembangan kepercayaan dan otonomi anak. Menurut Erikson, anak harus didorong dan didukung untuk mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan mengambil inisiatif. Oleh karena itu, dalam konteks pengasuhan, orangtua perlu memberikan arahan yang membantu perkembangan ini tanpa membatasi keinginan eksplorasi dan belajar anak.
Pandangan Erikson ini sangat penting dalam konteks mengasah intuisi sebagai orangtua. Sebagai orangtua, kita harus mengenali dan menghargai pentingnya tahap ini dalam perkembangan anak, dan berusaha untuk mendukung mereka dengan cara yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan mengambil inisiatif. Ini berarti memberikan mereka kebebasan untuk mengeksplorasi dan belajar, sambil juga memberikan bimbingan dan dukungan yang mereka butuhkan. Dengan cara ini, kita dapat membantu anak-anak kita untuk tumbuh menjadi individu yang percaya diri dan mandiri, yang mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan sendiri.
Kesimpulan
Berdasarkan pandangan para tokoh tersebut, kita dapat memahami bahwa menjadi orangtua tidak hanya tentang memberikan arahan dan menetapkan batasan bagi anak-anak kita. Sebaliknya, peran orangtua juga melibatkan pendengaran, pemahaman, dan penghormatan terhadap individualitas anak, serta memberikan mereka ruang untuk tumbuh dan berkembang dengan cara mereka sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa kita sebagai orangtua tidak memiliki peran atau pengaruh dalam hidup anak-anak kita. Namun, cara kita memengaruhi dan membimbing mereka harus datang dari tempat penghormatan dan pengertian terhadap keunikan mereka, dan bukan dari keinginan kita untuk mengontrol atau membentuk mereka sesuai dengan harapan dan standar kita.
Dengan demikian, mengasah intuisi kita sebagai orangtua bukan hanya tentang belajar cara mengarahkan atau memengaruhi anak-anak kita, melainkan juga tentang belajar bagaimana mendengar, memahami, dan menghormati mereka sebagai individu. Ini melibatkan kemampuan untuk mengenali dan menghargai keunikan mereka, memberi mereka kebebasan untuk mengeksplorasi dan belajar, dan memberikan dukungan dan bimbingan yang mereka butuhkan untuk tumbuh dan berkembang. Dengan cara ini, kita dapat membantu anak-anak kita untuk mencapai potensi mereka yang penuh dan menjadi individu yang kuat, percaya diri, dan mandiri.