SeputarMalang.Com – Tanggal 1 Mei dikenal sebagai Hari Buruh Internasional, termasuk di Indonesia. Menjelang peringatan ini, berbagai isu terungkap yang memicu perdebatan di masyarakat. Salah satu isu yang menarik adalah mengenai anggapan bahwa guru dan dosen termasuk dalam kategori buruh, sehingga perlu dibentuk serikat buruh khusus untuk mereka. Dalam isu ini, kita akan melihat lebih jauh mengenai perspektif pro dan kontra yang ada, tanpa memihak pada salah satu pihak.
Pihak yang pro terhadap pembentukan serikat buruh khusus untuk guru dan dosen berpendapat bahwa hal ini penting agar kepentingan mereka dapat diperhatikan oleh berbagai pihak, terutama pemerintah. Melalui serikat ini, guru dan dosen diharapkan dapat memiliki “people power” yang memberikan kekuatan untuk melakukan penekanan kepada pemerintah. Hal ini dianggap penting, mengingat tuntutan kesejahteraan, kualitas pendidikan, dan perbaikan sistem pendidikan di Indonesia memerlukan dukungan dan perhatian dari pemerintah.
Sementara itu, pihak yang kontra terhadap gagasan ini berpendapat bahwa pembentukan serikat buruh khusus tidak perlu, mengingat kedudukan guru dan dosen dianggap memiliki strata sosial yang tinggi dan tidak bisa disejajarkan sebagai buruh. Mereka berargumen bahwa peran guru dan dosen berbeda di masyarakat dan mereka bekerja tiga prinsip keikhlasan (sincerity, heartiness dan honesty). Selain itu, saat ini sudah ada berbagai organisasi yang mewadahi kepentingan guru dan dosen, seperti PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), IGI (Ikatan Guru Indonesia), ADI (Asosiasi Dosen Indonesia), ADMI (Asosiasi Dosen Muda Indonesia), FDI (Forum Dosen Indonesia), dan PDRI (Persaudaraan Dosen Republik Indonesia).
Namun, perlu dicatat bahwa pendapat pro dan kontra ini memiliki titik temu yang sama, yaitu kepentingan guru dan dosen di Indonesia. Kedua pihak ingin mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pendidikan. Hanya saja, pendekatan yang diusulkan berbeda.
Pihak yang pro membawa gagasan bahwa dengan pembentukan serikat buruh khusus, guru dan dosen akan memiliki kekuatan lebih dalam menghadapi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini dianggap penting karena serikat buruh dianggap mampu memberikan perlindungan dan advokasi yang lebih kuat bagi anggotanya. Selain itu, melalui serikat buruh, guru dan dosen dapat mengusulkan kebijakan yang lebih menguntungkan bagi mereka.
Di sisi lain, pihak yang kontra menilai bahwa pembentukan serikat buruh khusus justru akan mengecilkan peran dan martabat guru dan dosen di mata masyarakat. Mereka meyakini bahwa peran guru dan dosen lebih dari sekadar buruh yang mencari nafkah, melainkan sebagai pemberi ilmu dan pencerah bagi generasi penerus bangsa. Selain itu, mereka percaya bahwa organisasi yang sudah ada saat ini, seperti PGRI, IGI, ADI, ADMI, FDI, dan PDRI, sudah cukup mewakili kepentingan guru dan dosen. Dengan adanya organisasi-organisasi ini, guru dan dosen sudah memiliki wadah untuk menyuarakan aspirasi dan mendapatkan dukungan dari sesama anggota.
Sebagai penutup, perlu dicatat bahwa perdebatan mengenai pembentukan serikat buruh khusus untuk guru dan dosen ini pada dasarnya mencerminkan keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pendidikan di Indonesia. Meskipun pendapat pro dan kontra memiliki perbedaan pendekatan, tujuan akhirnya sama: menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik dan mewujudkan kesejahteraan guru dan dosen.
Solusi yang mungkin dapat dicapai untuk merangkul kedua perspektif adalah dengan mengevaluasi dan memperkuat organisasi yang sudah ada. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat bekerja sama dengan organisasi guru dan dosen untuk mengidentifikasi kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh mereka. Selanjutnya, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan inklusif untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Sebagai contoh, pemerintah dapat membahas upaya peningkatan kesejahteraan guru dan dosen melalui penyesuaian gaji, tunjangan, dan fasilitas yang lebih memadai. Selain itu, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan organisasi guru dan dosen dalam menyusun kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan, seperti pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi guru dan dosen, serta penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan.
Dengan mengakui kepentingan dan peran guru dan dosen dalam pembangunan bangsa, serta melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan, pemerintah dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, perdebatan mengenai pembentukan serikat buruh khusus untuk guru dan dosen akan menjadi titik awal yang konstruktif dalam mendorong perubahan yang lebih inklusif dan bermakna bagi dunia pendidikan di Indonesia. Semoga!