Kota Malang, SeputarMalang.Com – Pada suatu waktu, ketika diskusi bersama-sama warga Madyopuro untuk merancang konsep Event Madyopuro Mangano, Andik Candra menyampaikan bahwa: “Madyopuro Mangano adalah Sebuah Konsep Ruang & Waktu.” Pemikiran itu sungguh brilian! Dengan menyampaikan pemikirannya, bahwa Madyopuro Mangano adalah sebuah konsep ruang dan waktu, Andik Candra sedang menyorongkan tiga konsep filsafat dalam strategi pembangunan daerah Kota Malang yang berada di kawasan Kelurahan Madyopuro.
Tiga konsep filsafat ruang dan waktu tersebut adalah Relasionalisme, Substantivalisme dan Relativitas. Pemikiran tersebut diawali oleh Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 – 1716), dalam korespondensinya dengan Samuel Clarke (1675 – 1729). Yang berisi tentang diskursus yang menentang pandangan bahwa ruang ada secara independen dari materi yang ada di dalamnya. Serta pemikiran Leibniz yang mengatakan bahwa ruang hanyalah cara yang mudah untuk memikirkan hubungan antara objek material.
Dengan menggunakan diskursus Relasionalisme, maka bisa dipandang bahwa Madyopuro Mangano adalah sebuah konsep ruang yang di dalamnya terdapat hubungan langsung maupun tidak langsung, yang hanya bersifat obyek material semata-mata. Misal, apa hubungannya antara Exit Tol Madyopuro dengan Terminal Madyopuro, Velodrome, Pasar Madyopuro, Lapangan Sepak Bola, Makam Ki Aging Gribig, dan objek material lainnya yang ada di dalam kawasan Kelurahan Madyopuro Kota Malang. Pemikiran Relasionalisme ini akan melahirkan pola pikir pembangunan daerah yang hanya mengutamakan pembangunan objek material atau fisik semata-mata. Bisa dalam bentuk infrastruktur, gedung dan pembangunan yang bersifat fisik saja.

Sedangkan dengan menggunakan diskursus Substantivalisme, maka bisa dipandang bahwa Madyopuro Mangano adalah sebuah konsep ruang yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang mengandung nilai, norma, spirit dan berbagai hal yang bersifat bukan objek material. Termasuk ruang yang berisi doa, harapan, keyakinan dan visi masa depan kehidupan yang lebih mulia bagi semuanya. Pemikiran Substantivalisme ini akan menjaga kedaulatan dan kesadaran masyarakat Madyopuro. Bahwa setiap pembangunan yang berwujud objek material atau fisik, tidak boleh meninggalkan nilai, norma, spirit dan berbagai hal substansial lainnya yang sudah berakar di dalam masyarakat Madyopuro. Termasuk menjaga kelestarian ekologis, kesehatan masyarakat, keluhuran budaya dan nilai-nilai hidup mulia yang diyakini oleh masyarakat Madyopuro Kota Malang.
Terakhir, Andik Candra menyorongkan diskursus Relativitas dalam pernyataan bahwa Madyopuro Mangano adalah sebuah konsep ruang dan waktu. Hal ini berarti bahwa laju percepatan (waktu) pembangunan kawasan Kelurahan Madyopuro, yang hendak dijadikan sebuah “Ruang” Kawasan Perekonomian Berbasis Budaya Kuliner Halal Cashless, sangat bergantung pada skala prioritas pembangunan daerah Kota Malang. Artinya, percuma saja jika seluruh warga Madyopuro Kota Malang sudah berhasil menyatukan tekad dan seluruh energinya untuk membangun Kawasan Madyopuro Mangano, tetapi ternyata Pemerintah Kota Malang justru tidak menjadikannya sebagai program prioritas pembangunan daerah Kota Malang.
Secara konsep ruang, yang sudah terisi dengan berbagai hal yang bersifat Relasionalisme dan Substantivalisme, Kawasan Madyopuro Mangano sudah bergerak dan ditenagai oleh seluruh warga Madyopuro, dengan titik awal Event Madyopuro Mangano, akan menjadi sia-sia belaka jika ternyata Pemkot Malang tidak menjadikannya sebagai Prioritas Utama pembangunan daerah Kota Malang. Karena secara waktu (hukum momentum), Kawasan Madyopuro Mangano sebagai Wajah Baru Pintu Masuk Kota Malang sudah mencapai kulminasi percepatannya. Warga Madyopuro sudah bergerak cepat. Jika tidak direspons segera oleh Pemkot Malang, maka akan sangat sulit untuk mendapatkan kembali energi pergerakan (momentum waktu) yang benar-benar ditenagai oleh seluruh warga Madyopuro Kota Malang.
Analogi sederhananya, dengan menggunakan Hukum Efek Percepatan Newton, adalah seperti ketika Pemkot Malang menjadi Sopir Bus Macito yang di dalamnya berisi semua Personil ASN & Tupoksinya, melaju dengan kecepatan 25 Km/ Jam. Sedangkan Andik Candra menjadi Sopir Angkutan Kota yang berisi potensi dan energi, yang dimiliki oleh seluruh warga Madyopuro, melaju dengan kecepatan 35 Km/ Jam. Maka, jika Pemkot Malang tidak segera menambah percepatan laju Bus Macito untuk mengimbangi laju Angkutan Kota yang disopiri oleh Andik Candra, maka bisa dipastikan Pemkot Malang akan ketinggalan. Ini akan menjadi kegagalan bagi Pemkot Malang yang sedang mengendarai Bus Macito, untuk menjadi penunjuk jalan menuju arah realisasi pembangunan daerah Kota Malang ke depan.
Jika laju percepatan Angkutan Kota yang disopiri oleh Andik Candra terus meninggalkan laju percepatan Bus Macito yang disopiri oleh Pemkot Malang, maka bisa dipastikan Pemkot Malang akan semakin tertinggal jauh di belakang Angkutan Kota yang disopiri oleh Andik Candra, yang di dalamnya terdapat seluruh potensi dan energi yang dimiliki oleh warga Madyopuro. Akibatnya, atau hasil akhirnya, pastilah terjadi ketegangan sosial. Siapa yang harus disalahkan? Pemkot Malang yang terlalu lambat ataukah Andik Candra yang terlalu cepat? Hukum Relativitas ini akan semakin menumbuh suburkan kesadaran bagi seluruh warga Kota Malang dalam menilai secara keseluruhan tentang kinerja Pemkot Malang dalam berbagai program kerjanya untuk membangun masa depan Kota Malang. Apakah benar-benar menjadi MBOIS BERKELAS ataukah menjadi MBOH WIS BERGELAS-GELAS.
Pada pemikiran yang lebih pragmatis, dengan memandang Madyopuro Mangano adalah sebuah konsep ruang dan waktu, maka apa pun bisa dimasukkan serta ditampung di dalamnya. Dimasukkan kapan pun waktunya. Ditampung apa pun momentumnya. Maka, ruang dan waktu, menjadi sangat dinamis dan penuh probabilitas. Mampu memantik ide-ide baru. Atau pemikiran-pemikiran yang terbuka terhadap segala kemungkinan. Dari manapun. Oleh siapapun. Sebagai sebuah konsep ruang dan waktu, maka Madyopuro Mangano sangat terbuka untuk berbagai dinamika dan pergerakan. Baik secara Relasionalisme, Substantivalisme maupun Relativitas.
Dengan demikian, setelah terciptanya Kesadaran Kolektif dari warga Madyopuro untuk membangun Kawasan Madyopuro Mangano menjadi Wajah Baru Pintu Masuk Kota Malang, serta sebagai Kawasan Perekonomian Berbasis Budaya Wisata Kuliner Halal Cashless, yang sudah diawali dengan terselenggaranya Event Madyopuro Mangano selama 4 – 10 April 2025, maka setiap pembahasan apa pun yang terkait dengan Kawasan Madyopuro Kota Malang, akan menjadi diskursus yang sangat menarik dan penuh tantangan dalam membangun masa depan Kota Malang menjadi MBOIS BERKELAS.
Seperti akar-akar dari serumpun bambu yang sudah saling menyatu dan terajut kuat di dalam tanah, maka badai sekuat apa pun tidak akan sanggup merobohkannya. Itulah Warga Madyopuro Kota Malang. Salam Satu Jiwa!
* Penulis adalah Relawan Madyopuro Mangano